Pemerintah Somalia resmi memulai proyek pembangunan pelabuhan laut Hobyo di wilayah Galmudug dengan menggandeng perusahaan Metag Holding. Proyek ini digadang-gadang menjadi titik balik ekonomi kawasan sekaligus arena perebutan pengaruh geopolitik di Tanduk Afrika. CEO HICO, Mohamed Ali Warsameh, menyebut pelabuhan ini sebagai aset strategis yang dapat mengubah peta perdagangan regional.
Metag Holding akan bertanggung jawab atas konstruksi dan memegang 30 persen saham di proyek ini, sementara sisanya akan dibuka bagi investor internasional. Presiden Galmudug, Ahmed Abdi Kariye, memastikan bahwa pendanaan awal senilai 70 juta dolar AS telah diamankan untuk fase pertama pelabuhan tersebut.
Proyek ini dirancang untuk menghubungkan Hobyo dengan berbagai wilayah di Somalia dan negara tetangga, khususnya Ethiopia. Rencana ini dinilai berpotensi mengurangi ketergantungan Ethiopia terhadap pelabuhan Djibouti, yang selama ini menjadi jalur utama ekspor-impor negara tanpa laut tersebut.
Direktur Raad Peace Research Institute, Mohamed Husein Gaas, menilai jika dikelola dengan baik, pelabuhan ini bisa menggeser dinamika perdagangan di Tanduk Afrika. Meski demikian, proyek ini tetap harus menavigasi ketegangan politik antara Somalia dan Ethiopia yang hingga kini masih bergejolak.
Di balik proyek pelabuhan ini, Somalia baru saja mengumumkan temuan cadangan minyak raksasa sebanyak 50 miliar barel di wilayah Galmudug, tepat di mana Hobyo berada. Kapal pertama dari Turki untuk eksplorasi dan survei minyak dijadwalkan tiba di pesisir Somalia pada 19 Oktober mendatang.
Analis keamanan dan mantan penasihat presiden Somalia, Dr. Abdiqafar Farah, menyebut eksplorasi minyak akan difokuskan di wilayah lepas pantai untuk menghindari ancaman kelompok bersenjata di daratan. Upaya ini turut didukung armada internasional demi memastikan keamanan proses eksplorasi.
Turki terlihat mengambil langkah lebih terukur dibanding negara Teluk. Sebelumnya, Qatar sempat menandatangani kesepakatan senilai 170 juta dolar AS untuk membangun Hobyo pada 2019, namun kandas akibat ketegangan politik dalam negeri Somalia dan perubahan peta aliansi kawasan.
Pakar politik Somalia, Abdisalan, menyebut pendekatan bisnis murni Turki menjadi kunci keberhasilan proyek ini. Berbeda dari Qatar yang cenderung membawa agenda politik kawasan, Turki datang dengan fokus investasi dan keuntungan ekonomi bagi kedua belah pihak.
Dalam setahun terakhir, Turki semakin aktif di Somalia. Februari lalu mereka meneken kesepakatan maritim dan pertahanan, disusul kerja sama minyak dan gas pada Maret. Pelabuhan Hobyo kini menjadi bagian dari rangkaian strategi Turki memperluas pengaruh di Tanduk Afrika.
Gaas menilai langkah Turki ini pasti dicermati cermat oleh Uni Emirat Arab dan Arab Saudi yang juga berkepentingan di kawasan. Kedua negara Teluk itu sebelumnya berinvestasi besar di pelabuhan lain seperti Berbera di Somaliland dan Bosaso di Puntland.
Sementara itu, keberhasilan proyek Hobyo dinilai bisa mengerek posisi Galmudug sebagai wilayah paling strategis di Somalia. Dengan potensi minyak besar dan pelabuhan laut dalam, Galmudug berpeluang menjadi episentrum ekonomi baru, menyaingi Somaliland dan Puntland.
Posisi Hobyo yang menghadap langsung ke Samudera Hindia menjadi nilai tambah tersendiri. Pelabuhan ini dapat menjadi jalur alternatif bagi kapal-kapal pengangkut barang dari Afrika Timur menuju Asia tanpa harus melewati pelabuhan-pelabuhan di Laut Merah.
Jika rampung sesuai rencana, Hobyo berpotensi menyerap ribuan tenaga kerja lokal, memperbaiki infrastruktur jalan penghubung, dan menarik investasi di sektor logistik, manufaktur, serta ekspor hasil bumi dari wilayah tengah Somalia.
Proyek ini juga diyakini akan memantik persaingan antarnegara asing yang selama ini berebut pengaruh di Somalia. Selain Turki, Qatar, UEA, dan Arab Saudi, investor dari Tiongkok dan Mesir mulai menunjukkan ketertarikan terhadap kawasan ini.
Bagi pemerintah Somalia, proyek Hobyo bisa menjadi simbol kemandirian baru di bidang ekonomi. Namun keberhasilannya tetap bergantung pada stabilitas keamanan dalam negeri dan kemampuan pemerintah pusat menjaga keseimbangan politik antar-wilayah.
Seiring terbukanya potensi minyak dan jalur perdagangan baru, banyak kalangan memperingatkan risiko pergesekan internal antar klan dan kelompok milisi yang selama ini kerap memanfaatkan pelabuhan ilegal untuk penyelundupan.
Di tengah peta geopolitik Tanduk Afrika yang kompleks, Hobyo bukan sekadar pelabuhan, tapi cerminan siapa yang paling piawai membaca peluang investasi dan diplomasi ekonomi di kawasan paling panas di benua Afrika.
0 komentar:
Posting Komentar